Sinergisitas Internal Komisioner KPU dan Sekretariat


Sinergisitas Internal Komisioner KPU dan Sekretariat

 Oleh 
Amrullah*


Pemilihan Umum merupakan pesta demokrasi untuk memilih seseorang guna menduduki jabatan tertentu. Kerangka kerja dalam kepemiluan yang terdiri dari sistem pemilu dan desain penyelenggaraan, akan menentukan bagaimana hasil sebuah penyelenggaraan pemilu maupun kredibilitas dari proses pemilu. Kredibilitas dan kualitas penyelenggaraan pemilu akan berdampak pada kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi.

Pengembangan penyelenggaraan pemilu yang profesional bukan semata-mata persoalan teknis dan manajerial belaka, tetapi juga sebuah proses yang terus-menerus melibatkan semua pemangku kepentingan yang memiliki kepentingan dan tujuannya masing-masing. Telah banyak pengalaman-pengalaman yang menunjukkan pentingnya penyelenggara pemilu yang mampu bertindak secara independen agar dapat menyelenggarakan pemilu yang efektif dan berkelanjutan.

Kompleksitas dan spesialisasi keterampilan yang dibutuhkan untuk manajemen pemilihan mengharuskan dibentuknya sebuah lembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakan pemilihan. Sebuah lembaga penyelenggara pemilu adalah organisasi atau lembaga yang memiliki tujuan, dan bertanggung jawab secara legal, untuk menyelenggarakan sebagian atau semua elemen yang esensial untuk menyelenggarakan pemilu sebagai instrumen pelaksanaan demokrasi.

Pemilihan umum di Indonesia dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 22E ayat (1). Agar pemilihan umum dapat terwujud sebagaimana yang diharapkan maka perlu ada organisasi yang secara langsung mengelola dan mengatur penyelenggaraan pemilihan umum. Komisi Pemilihan Umum (KPU) adalah salah satu lembaga yang memiliki wewenang menyelenggarakan Pemilihan Umum. KPU dibentuk berdasarkan amanat UUD 1945 pasal 22E ayat (5) yang berbunyi “Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu Komisi Pemilihan Umum yang bersifat nasional, tetap dan mandiri”.

Dalam organisasinya, KPU terdiri dari dua unsur yaitu komisioner dan sekretariat yang memiliki fungsi masing-masing. Penataan hubungan kerja komisioner KPU dan sekretariat telah disebutkan di dalam Pasal 9 ayat (4) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 dan diatur dalam Perpres nomor 105 tahun 2018 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Wewenang, Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Jenderal Komisi Pemilihan Umum, Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Sekretariat Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota.

Lebih lanjut penjelasan hubungan kerja komisioner KPU dan sekretariat diatur dengan  Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 8 Tahun 2019 tentang Tata Kerja Komisi Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum Provinsi, dan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten/Kota. Hubungan tata kerja antara KPU dengan Sekretariat meliputi mengoordinasikan hubungan kerja antar divisi, dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas-tugas divisi dan korwil dengan kesekretariatan.

Pengaturan tata kerja ini bertujuan agar komisioner dan sekretariat memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pada divisi yang telah ditentukan. Dalam pengaturan hubungan kerja komisioner dan sekretariat pada masing­masing divisi, komisioner memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan sedangkan sekretariat melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan.

Hubungan kerja antara komisioner dengan sekretariat KPU seharusnya saling melengkapi sebagai mitra kerja karena keduanya punya satu tujuan yang sama. Namun kenyataannya, hubungan komisioner dan sekretariat sering kurang harmonis. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan latar belakang keduanya. Komisioner adalah anggota KPU yang berasal dari kalangan independen dengan beragam latar belakang, dipimpin oleh seorang Ketua KPU. Sedangkan Sekretariat adalah birokrat yang berasal dari Aparatur Sipil Negara (ASN), dengan pimpinan tertingginya adalah Sekretaris Jenderal KPU.

Perbedaan latar belakang ini dapat menyebabkan perbedaan interpretasi terhadap tugas dan kewenangan yang berdampak pula terhadap kelancaran pekerjaan. Fenomena hubungan kerja antara Komisioner dengan Sekretariat KPU diwarnai banyak dinamika, tidak hanya di tingkat lokal namun juga di tingkat pusat. Terjadi gesekan antara komisioner sebagai pimpinan dan pengambil kebijakan dengan kesekretariatan sebagai pihak yang berkewajiban memberikan fasilitasi dan dukungan teknis kepada komisioner.

Ramlan Surbakti mengungkapkan bahwa permasalahan yang sering muncul antara  sekretariat dan komisioner KPU adalah adanya hambatan teknis yaitu lemahnya koordinasi antara komisioner dengan staf sekretariat. Disebutkan bahwa komisioner KPU sering mengeluh karena merasa tidak mendapat dukungan yang memadai, sedangkan pegawai sekretariat tidak mengetahui apa kelemahan mereka dalam tata kelola pemilu (Surbakti, 2015).

Adanya permasalahan yang terjadi terkait hubungan antara sesama komisioner dan sesama sekretariat serta hubungan antara komisioner dan serketariat disebabkan oleh beberapa persoalan. Dilihat dari sisi komisioner, perbedaan latar belakang komisioner yang direkrut secara terbuka apabila tidak dapat menyesuaikan diri dan berkomunikasi dengan baik, maka akan mengedepankan egoisme masing­masing sehingga tidak mampu bekerja secara kolektif kolegial, serta tidak mampu menjalin hubungan yang baik dengan sekretariat.

Kemudian jika dilihat dari sisi sekretariat, KPU merupakan instansi yang masih sangat muda. ASN yang bekerja pada sekretariat KPU, KPU Provinsi maupun Kabupaten/Kota  merupakan pegawai yang diperbantukan dari pemerintah daerah yang sudah lama bekerja. Hal ini mengurangi loyalitas kerja ASN yang bersangkutan, serta akan menimbulkan hubungan kurang harmonis dengan ASN organik KPU yang baru saja direkrut. Pemicu hubungan yang kurang harmonis selanjutnya adalah  tingginya ego komisioner dan ego sekretariat. Dalam pola hubungan sekretariat dan komisioner sering mengedepankan ego yang menjadi pemicu terjadinya hubungan yang kurang harmonis.

Komunikasi dalam sebuah hubungan memang sangat penting, namun komunikasi ini nampaknya terhalang oleh besarnya ego masing-masing. Komisioner maupun sekretariat sama-sama beranggapan bahwa merekalah yang terbaik dan terhebat. Pada kenyataannya, keduanya punya banyak kekurangan yang memang harus saling membantu, saling bekerjasama, dan saling melengkapi demi suksesnya visi misi lembaga.

Perbaikan hubungan antara dua unsur dalam satu lembaga ini, hanya dapat disinkronkan dengan membangun komunikasi yang baik dan terus­menerus untuk mendapatkan kesamaan pandangan. Untuk jangka panjang, perbaikan hubungan antara komisioner dan sekretariat perlu difokuskan pada beberapa persoalan.

Pertama, perbaikan kualitas perekrutan komisioner. Untuk meningkatkan kualitas komisioner maka perlu memperhatikan proses perekrutan komisioner. Dalam perekrutan komisioner harus memperhatikan disiplin ilmu dan kepakaran yang mereka miliki, sehingga komisioner yang terpilih adalah orang-orang yang memang mampu menata pemilu dengan baik dan mampu memahami tugas dan tanggungjawabnya sebagai komisioner.

Kedua, dengan melakukan peningkatan kualitas sekretariat. Peningkatan kualitas sekretariat dapat dilakukan dengan terus menambah jumlah kebutuhan pegawai KPU organik untuk dapat menggantikan pegawai dari perbantuan dari pemerintah daerah seperti yang sedang diupayakan oleh KPU dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, perlu juga meningkatkan pendidikan pegawai dengan memberikan beasiswa tata kelola pemilu baik itu tingkat Strata 2 maupun Strata 3.

Ketiga, membangun pola komunikasi. Komunikasi yang baik akan menciptakan hubungan yang harmonis. W. Charles Redding (1972) menyatakan bahwa iklim komunikasi organisasi jauh lebih penting daripada keterampilan atau teknik-teknik komunikasi semata dalam menciptakan suatu organisasi yang efektif. Untuk itu, pola komunikasi harus diciptakan dengan sedemikian rupa demi terwujudnya hubungan kerja yang baik dan saling mendukung antara komisioner dan sekretariat.

Mensinergikan antara komisioner KPU dengan sekretariat KPU adalah masalah penting yang harus diutamakan dalam rangka memperbaiki tata kelola pemilu. Karena, kualitas tata kelola pemilu tidak akan meningkat jika SDM yang ada di dalam organisasinya tidak dapat bekerjasama dengan baik. Salah satu untuk meningkatkan hubungan antara komisioner dan sekretariat adalah  dengan memperbaiki kualitas komunikasi internal organisasi KPU.

Penataan pemilu perlu analogi-analogi yang rasional dan manusiawi, dan perlu dibangun suatu komunikasi yang baik antara komisioner dan sekretariat. Komunikasi yang baik dan saling terbuka akan menciptakan pola kerja yang baik dan terukur, sehingga tidak akan terjadi ketimpangan dalam bekerja. Keterbukaan dan komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun soliditas antar komisioner dan sekretariat.


*Penulis adalah Mahasiswa Magister Tata Kelola Pemilu
 Universitas Sumatera Utara

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah Sistem Pemilu Diubah

PENYELENGGARAAN PEMILU DI FILIPINA

Memotret INEC, Lembaga Penyelenggara Pemilu Nigeria