PENYELENGGARAAN PEMILU DI FILIPINA
PENYELENGGARAAN
PEMILU DI FILIPINA
Oleh:
Rika Mariska
I.
PENDAHULUAN
Filipina
merupakan negara kepulauan yang terletak di Lingkar Pasifik Barat. Negara ini
terdiri dari 7.641 pulau. Bentuk negara di Filipina berupa Kesatuan Republik,
pemerintahan Filipina mengadopsi sistem presidensial, demokrasi perwakilan, dan
republik dimana presiden Filipina adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan
dalam sistem multi-partai. Pemerintahan memiliki tiga cabang interdependen:
legislatif, eksekutif dan judisial. Kekuasaan tiap cabang dijamin oleh
Konstitusi Filipina, yakni kekuasaan legislatif berada pada dua kamar
(bikameral) Kongres Filipina – Senat adalah majelis tinggi dan Dewan Perwakilan
Rakyat adalah majelis rendah. Masa jabatan senator selama enam tahun dan tidak
dapat menjabat lebih dari dua periode berturut-turut. Sedangkan untuk anggota
dewan perwakilan memiliki masa jabatan selama tiga tahun dan dapat menjabat
sampai tiga periode berturut-turut lebih dari itu tidak dapat menjabat lagi
sebagai anggota dewan perwakilan. Filipina merupakan negara berdasarkan
konstitusi. Presiden Filipina merupakan kepala negara dan kepala pemerintahan
dengan masa jabatan selama enam tahun dan tidak dapat dipilih kembali untuk
masa jabatan kedua. Pembatasan jabatan ini terjadi sejak ditumbangkannya kepemimpinan
presiden Ferdiand Marcos selama 21 tahun pada revolusi EDSA dan berdasarkan
pada konstitusi 1987. Dari tahun 1899 sampai dengan 2016 sudah 16 kali
pergantian presiden. ( http://id.m.wikipedia.org/)
Pemilu
Filipina tidak hanya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden (secara
terpisah) tetapi juga anggota DPR, Senat dan kepala daerah serta dewan kota
termasuk wilayah otonomi di Mindanau. Dalam Pemuli Tahun 2016, yang
diperebutkan oleh peserta Pemilu memperebutkan 12 kursi senat, 297 posisi di
parlemen, seluruh gubernur dan wakilnya, serta 772 jabatan dalam tubuh
kepemimpinan di 81 Provinsi. Walikota dan wakilnya di 145 kota dan 1.489 desa
juga diperebutkan, begitu pula dengan 11.924 kursi di dewan kota dan desa,
serta gubernur dan wakilnya beserta 24 kursi pejabat Daerah Otonom Muslim
Mindanao juga akan dipertaruhkan. (https://www.cnnindonesia.com)
Pada
Pemilu di Filipina, TPS (Tempat Pemungutan Suara) dibuka mulai pukul 06.00
sampai pukul 17.00 waktu setempat. Pemilu di Filipina diselenggarakan selama 3
tahun sekali. Sesuai dengan konstitusi Filipina, masyarakat memilih individu
calon pemimpin mereka, bukan partai politiknya. Tak ada aturan yang melarang
seorang kader berpindah dari satu partai ke partai lainnya, sehingga mereka
dapat dengan mudah berganti institusi.
II.
SISTEM
PEMILU FILIPINA
Filipina
menganut sistem pemilu First Past The
Post (FPTP). First Past The Post
adalah bentuk paling sederhana sistem pluralitas/mayoritas, menggunakan daerah
pemilihan berwakil tunggal dan pemungutan suara berorientasi pada kandidat.
Kandidat yang menang adalah orang yang meraih suara terbanyak. (Reynolds, 2016,
39) Sistem ini biasanya dijumpai di
Inggris dan negara-negara yang memiliki historis yang dipengaruhi oleh
Inggris.
III.
LEMBAGA
PENYELENGGARA PEMILU
Lembaga
penyelenggaraan Pemilu di Filipina bernama Komisyon
sa Halalan atau Comission on Election
(Comelec). Comelec didirikan pertama kali pada tahun 1940 yang didasari oleh
amandemen tahun 1935 Konstitusi Filipina. Sebelum pembentukan Comelec,
pengawasan (supervisi) atas pelaksanaan pemilihan diberikan di biro eksekutif,
sebuah kantor di bawah Departemen Dalam Negeri. Setelah biro eksekutif dihapus
pengawasan dan pelaksanaan secara langsung berada dibawah Departemen tersebut.
Namun ada ketidakpuasan umum tentang cara pemilihan yang dilakukan di bawah
pengawasan Sekretaris Dalam Negeri. Ada kecurigaan yang berkembang bahwa
Sekretaris dalam negeri mengatur undang-undang pemilu, bukan untuk tujuan
mengamankan pemilihan yang jujur dan bebas. Tetapi untuk melayani kepentingan
politik partai yang berkuasa dimana mereka berada. Hubungan yang erat antara
presiden dan sekretaris dalam negeri menimbulkan kecurigaan bahwa pemilihan
melayani kepentingan politik sekretaris yang sedang menjabat. Sekretaris dalam
negeri secara langsung bertanggungjawab kepada presiden dan masa jabatannya
tidak hanya bergantung pada kesenangan dari presiden, tetapi juga kelanjutan
jabatan presiden. Pengaturan ini hanya menyebabkan meningkatnya
ketidakpercayaan dalam pembuatan keputusan pemilihan. Situasi tersebut
mendorong majelis nasional untuk mengusulkan pembentukan komisi pemilihan
dengan amandemen konstitusi, serta mengambil alih fungsi sekretaris dalam
negeri dalam pelaksanaan pemilihan. (https://www.comelec.gov.ph/)
Pada
awal pembentukan, dipimpin oleh seorang ketua dan dua orang anggota. Dengan
amandemen konstitusi 1940, maka semua fungis yang sebelumnya dilakukan oleh
sekretaris dalam negeri terhadap pelaksanaan pemilihan dipindahkan ke Komisi.
Namun, karena amandemen tidak dapat dibuat efektif pada waktu pemilihan 1940,
majelis Nasional melalui Undang-Undang Persemakmuran No. 607 membentuk Komisi
Hukum Pemilu, yang memiliki kedudukan yang sama seperti yang dimiliki komisi
berdasarkan konstitusi tersebut.
Pada
Pemilu tahun 1940 Comelec mengalami permasalahan, dikarenakan Comelec belum
berhasil dalam menyelenggarakan tugasnya sebagai Lembaga Pemilihan Umum di
tahun tersebut. Berdasarkan pada perubahan konstitusi Commonwealth atau
persemakmuran dari Amerika, UU nomor 657 yang mengatur tentang reorganisasi
komisi pemilihan umum Filipina maka posisi ketua dan anggota Comelec diubah, komisi
hukum disatukan dengan komisi pemilihan dan anggota komisi hukum pemilu juga
sebagai anggota komisi pemilihan. Pada tahun 1962, struktur dari Comelec
kembali dirubah dengan menambah satu anggota untuk memimpin lembaga
penyelenggara pemilihan umum. (http://www.comelec.gov.ph/)
Pada
tahun 1965, masa kepemimpinan dari Presiden Marcos, struktur kekuasaan Comelec
rentan terhadap pengaruh jalannya pemilihan umum. Hal ini dikarenakan
penyalahgunaan wewenang presiden Marcos untuk menekan keidependenan dari
lembaga pemilu menjadi masalah internal yang berdampak pada ketidakpercayaan
masyarakat Filipina terhadap Comelec. Sehingga hasil Pemilu menegluarkan
Ferdinand Marcos sebagai pemenang, dan Marcos berkuasa sebagai presiden terlama
di Filipina selama 21 tahun. (http://www.gov.ph/)
Pasca revolusi EDSA yang menumbangkan Ferdinand Marcos, posisi Comelec kembali
stabil. Pada masa pemerintahan Corizon Aquino, Comelec kembali menjalankan asas
jujur dan adil. Demikian pula dengan masa jabatan, yang mana struktur dari
anggota Comelec juga turut diganti.
Peraturan
pemilihan umum di Filipina tidak mengatur tentang Badan Pengawas Pemilu, proses
sengketa Pemilihan umum diselesaikan oleh Comelec, melalui bidang hukum yang
mengatur dan menyelesaikan hasil pemilu ketika terjadi sengketa hasil
perhitungan seperti sengketa Pemilu yang terjadi pada tahun 1987. Comelec memiliki
peranan yang luas karena Comelec dapat menegakkan aturan dalam undang-undang
pemilu, dapat melakukan investigasi dan jika perlu dapat melakukan penuntutan
kasus pelanggaran tindak pidana pemilu. Kewenangan yang luas itu didukung oleh
persyaratan untuk menjadi anggota Comelec yang cukup ketat, antara lain
memiliki pengalaman paling kurang 10 tahun dalam praktik hukum. Dengan
persyaratan itu, maka anggota Comelec dapat berperan dalam penyusunan
peraturan, menjalankan, menjalankan dan menegakkannya. (Santoso, 2009, 559)
IV.
PENYELENGGARAAN
PEMILU DI FILIPINA
Mekanisme
penetapan partai politik yang ingin maju pada Pemilu di Filipina disebut accreditation political party, yang
mekanismenya dilakukan di Comelec Filipina karena Comelec tidak memiliki kantor
pada tiap provinsi di Filipina. (Resolution Accreditaion Number 9984) Untuk
perluasan informasi tentang pendaftaran partai, Comelec memanfaatkan situs
portal dalam menyampaikan informasi seputar verifikasi partai-partai yang akan
mengikuti pemilu. Jumlah partai yang mengikuti proses akreditasi terbagi
menjadi dua, partai mayoritas dan partai minoritas. Jika partai kecil yang
mendaftar tidak memenuhi syarat, partai-partai tersebut akan tergabung dalam
koalisi partai dalam memenangkan pemilu. (Santos, 2010)
Hasil
dari akreditasi dinyatakan valid oleh
Comelec jika dokumen kelengkapan tentang anggaran dana serta keanggotaan dari
partai mayoritas maupun partai koalisi yang telah terpenuhi. Maka selanjutnya
Comelec menetapkan status partai peserta pemilu yang kemudian disosialisasikan
kepada masyarakat untuk mengikuti tahapan pemilu.
Pelaksanaan
pemungutan suara pada Pemilu tahun 2004 dan 2007 berbeda dengan pemilu tahun
2010. Pada tahun 2004 dan 2007 proses pelaksanaan pemungutan suara masih
menggunakan sistem manual, dimana untuk menentukan pilihan rakyat dengan cara
menuliskan calon yang dipilih saat pemilu berlangsung. Sistem manual juga masih
digunakan dalam proses penghitungan suara untuk menentukan pemenang pemilu di
Filipina. Sistem manual tersebut rentan terhadap perubahan.
Pada
tahun 2010 pemerintah berupaya dengan mengubah cara pemilu dengan menggunakan
sistem elektronik atau e-voting (UU
Republik No. 8436, 1997) yaitu dengan
menggunakan scan dalam proses penghitungan suara. Keberhasilan pemilu tahun
2010 menjadikan cara tersebut kembali
dilaksanakan pada pemilu tahun 2013 dan 2016 (http://newsinfo.inquirer.net/).
Sistem e-voting telah mengubah menjadi demokrasi digital baru, dengan sistem
baru yang mirip dengan ujian sekolah. Penggunaan hak pilih masyarakat Filipina
dengan mengisi salah satu dari sejumlah kolom nama kandidat presiden, wakil
presiden, dan anggota parlemen (Senat dan DPR), yang telah tercetak di sebuat
kertas khusus. Setelah mengisi surat suara, kertas itu kemudian di scan dengan
menggunakan perangkat komputer, yang langsung mendata pilihan masyarakat
Filipina ke dalam bank data yang diwadahi oleh Comelec.
(http://dunia.news.viva.co.id/)
Pada
pemilu tahun 2016, proses pemilu juga tak sepenuhnya menggunakan Electronic Voting Machine (ECM).
Pemberian suara tetap dilakukan seperti biasa. Pemilih datang ke TPS, lalu
mengambil surat suara dan memilih dengan cara memenuhi lingkaran kecil dengan
menggunakan pulpen seperti mengisi soal ujian nasional. Pada pemilu tahun 2016
tersebut sebanyak lebih dari 18 ribu posisi untuk dipilih, dengan jumlah
kandidat mencapai lebih dari 44 ribu orang. Berikut posisi yang dialokasikan
dalam pemilu Filipina (https://www.rappler.com/):
|
Elective Position
|
Number of Positions
|
Number of Candidates
|
|
President
|
1
|
5
|
|
Vice
President
|
1
|
6
|
|
Senator
|
12
|
50
|
|
Party-list
representatives
|
59 seats
|
115 groups / 673 nominees
|
|
District
representatives
|
238
|
634
|
|
Governors
|
81
|
275
|
|
Vice
governors
|
81
|
206
|
|
Provincial
board members
|
776
|
1,813
|
|
City
mayors
|
145
|
407
|
|
City vice
mayors
|
145
|
350
|
|
City
councilors
|
1,624
|
3,996
|
|
Municipal
mayors
|
1,489
|
3,751
|
|
Municipal
vice mayors
|
1,489
|
3,446
|
|
Sangguniang
Bayan members
|
11,916
|
29,741
|
|
ARMM
regional governor
|
1
|
4
|
|
ARMM regional
vice governor
|
1
|
4
|
|
ARMM
regional assemblymen
|
24
|
68
|
Penentuan
pemenang pada hasil pemilu Filipina adalah dengan “the first past the post”. Hal tersebut mengacu aturan pemilihan
umum pada Article VI Philippines. Syarat pemenang bahwa bagi peserta pemilu
dengan suara terbanyak, maka peserta pemilu tersebut dinyatakan sebagai
pemenang pemilu. Walaupun suara yang diperoleh saat pemilu kurang dari 50% dari
suara yang telah ditetapkan oleh Comelec. Pada pelaksanaan pemilu di Filipina,
pemerintah mengadopsi sistem proporsional terbuka. Melalui Mahkamah Agung,
sistem proporsional digunakan untuk memperluas basis demokrasi parlementer,
dimana calon terpilih adalah calon yang benar-benar dekat dengan rakyat serta
mampu untuk menampung bentuk aspirasi yang disampaikan. (Eve Robert, 2009)
Sejarah
pemilu Filipina selalu diwarnai dengan kerusuhan dan tingkat kecurangan yang
tinggi, terutama daerah yang menjadi basis kekuasaan pemberontak dan atau
kelompok-kelompok bersenjata (https://news.okezone.com/).
Perbedaan pandangan politik merupakan faktor utama yang memicu kekerasan
menjelang dan sesudah pemungutan suara dilakukan. Para politisi tidak segan
menggunakan senjata untuk menyingkirkan rivalnya atau mengintimidasi pemilih (https://internasional.republika.co.id/).
Politik dinasti yang mengakar menjadi pendulumnya.
V.
PERBANDINGAN PEMILU DI FILIPINA DAN
INDONESIA
Pemilu di Filipina dan
Indonesia memiliki banyak persamaan, walaupun tetap ada yang berbeda dalam
penyelenggaraannya. Berikut matriks yang menggambarkan persamaan dan perbedaan
tersebut|
KATEGORI
|
INDONESIA
|
FILIPINA
|
|
Proses pemilihan
|
Memilih Presiden dan
Wakil Presiden, Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota, DPD, Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati/Walikota dan Wakil Walikota
|
Memilih Presiden, Wakil
Presiden, Senator, Party-list
representatives, District representatives, Governors, Vice governors, Provincial
board members, City mayors, City vice mayors, City councilors, Municipal
mayors, Municipal vice mayors, Sangguniang Bayan members, ARMM regional
governor, ARMM regional vice governor, ARMM regional assemblymen
|
|
Masa Jabatan Presiden
|
5 tahun dan maksimal dua kali masa
jabatan
|
6 tahun dan satu kali masa jabatan
|
|
Lembaga Penyelenggara Pemilu
|
·
KPU (penyelenggara pemilu)
·
Bawaslu (pengawas pemilu)
·
DKPP
|
Comelec
Untuk bidang pengawasan dan
perselisihan sengketa melalui divisi hukum Comelec
|
|
Sistem
Pemilu
|
Sistem
proporsional terbuka
|
Sistem
pluralitas/mayoritas dengan FPTP
|
|
Pemungutan
dan Penghitungan Suara
|
Manual
dengan cara coblos kertas suara, dan dihitung secara manual
|
Untuk
pemungutan dilakukan dengan melingkari nama calon, penghitungan suara melalui
mesin scan PCOS
|
VI.
PENUTUP
Penyelenggaraan
pemilu di Filipina memiliki persamaan dengan Indonesia. Perbedaannya adalah di
Filipina tidak memiliki lembaga pengawas, untuk pengawasan sudah termasuk
bagian dari tugas Comelec. Pemilu di Filipina sudah menggunakan e-counting,
dimana proses penghitungannya sudah menggunakan mesin scan, sehingga lebih
menghemat waktu pada proses penghitungan di TPS.
Perlu penelitian
lebih lanjut untuk mengetahui secara rinci proses penyelenggaraan pemilu di
Filipina. Dengan bentuk negara yang sama dan juga terdiri dari berbagai pulau,
maka proses penyelenggaraan pemilu di Filipina dapat dijadikan acuan bagi
Indonesia dalam proses penyelenggaraan pemilu yang lebih baik terutama pada
proses pemungutan dan penghitungan suara kedepannya.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Andrew
Reynolds, dkk, Desain Sistem Pemilu: Buku
Panduan Baru Internasional IDEA, Perludem, 2016
2. Eve
Robert, 2009, Philippines To Extend Use Of Proportional Representation, diakses
pada http://www.fairvote.org/philippines-to-extend-use-of-
proportional-representation
4. Undang-Undang
republik nomor 8436 tentang penggunaan sistem pemilu otomatis tahun 1997.
6. http://dunia.news.viva.co.id/news/read/149995-pemilu-di-filipina-mirip-dengan-ujian-sekolah
8. Resolution
Accreditaion Number 9984 tentang verifikasi ulang parpol
9. Tina
Santos, http://newsinfo.inquirer.net/715190/comelec-sets-accreditation-rules-for-politicalparties-in-2010
10. The
Commission on Elections (Comelec), 2017, Historical Background, diakses pada http://www.comelec.gov.ph/?r=AboutCOMELEC/HistoricalBackground
11. Govph,
The Fall Of Dictatorship, diakses pada http://www.gov.ph/featured/the-fall-of-the-dictatorship/
Komentar
Posting Komentar