Pentingkah Kualifikasi Pendidikan Bagi Komisioner KPU ?

Oleh : Santi Hariati
          
A.    Latar Belakang

Secara etimologis kata kualifikasi diadopsi dari bahasa Inggris qualification yang berarti training, test, diploma, etc. that qualifies a person (Manser, 1995: 337). Kualifikasi berarti latihan, tes, ijazah dan lain-lain yang menjadikan seseorang memenuhi syarat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kualifikasi adalah “pendidikan khusus untuk memperoleh suatu keahlian yang diperlukan untuk melakukan sesuatu atau menduduki jabatan tertentu” (Depdikbud, 1996: 533).
Menurut Ningrum (2010 ) kualifikasi berarti persyaratan yang harus dipenuhi terkait dengan kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan suatu pekerjaan. Kualifikasi dapat menunjukkan kredibilitas seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya.
Dari beberapa pengertian kualifikasi di atas, istilah kualifikasi secara garis besar dipahami sebagai tingkat pendidikan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk memperoleh kewenangan dan legitimasi dalam menjalankan profesinya dan memiliki kemampuan atau kompetensi yang dimiliki atau dikuasai seseorang sehingga dapat melakukan pekerjaannya secara berkualitas.
Dengan demikian, kualifikasi pendidikan bagi penyelenggara pemilu khususnya komisioner KPU adalah penting untuk mendapatkan penyelenggara pemilu yang professional. Karena bukan hanya komisioner KPU melainkan semua jenis pekerjaan atau profesi akan berhasil atau berjalan dengan baik apabila SDM yang bekerja didalamnya adalah orang-orang yang memiliki pengalaman dan orang-orang yang memiliki kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan profesinya.
Komisioner KPU merupakan salah satu profesi atau pekerjaan sebagai penyelenggara pemilu yang memiliki faktor penting dalam serangkaian proses penyelenggaraan pemilu yang demokratis yang akan menangani masalah-masalah yang sifatnya teknis, antara lain penentuan peserta pemilu, pengadaan surat dan kotak suara, penyelenggaraan pemungutan suara, penghitungan suara, pengiriman hasil pemungutan secara berjenjang, rekapitulasi dan penetapan hasil penghitungan suara yang dilaksanakan secara profesional.
Ketentuan tentang profesionalisme penyelenggara pemilu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, pada pasal 3 huruf  h yang menyebutkan bahwa salah satu asas yang harus dimiliki oleh penyelenggara pemilu adalah profesionalitas. Hal ini dimaksudkan bahwa penyelenggara pemilu harus mengetahui dan memahami tugas, fungsi dan kewajibannya sebagai penyelenggara pemilu dalam sebuah penyelenggaraan pemilihan umum. Mengetahui dan memahami tugas, fungsi dan kewajiban saja tidak cukup akan tetapi dalam penerapannya mesti disinergikan dengan seluruh asas penyelenggara pemilu sehingga mampu memberikan bentuk pelayanan secara maksimal kepada para pemangku kepentingan
Kredibilitas para penyelenggara pemilu merupakan salah satu indikator terselenggaranya pemilu yang demokratis, sebagai penyelenggara pemilu selain cakap juga memiliki integritas yang tinggi, bekerja secara taat asas berpijak di atas aturan yang jelas, memastikan, dan gampang diterapkan. Kredibilitas mereka ditentukan pula dari keyakinan publik atas apa yang mereka lakukan sejak awal tahapan hingga akhir tahapan penyelenggaraan dalam rangkaian suatu pemilihan yang diselenggarakan. Apabila masyarakat yakin dengan system penyelenggara pemilu pastinya mereka akan antusias memberikan suara dalam pemilu. Namun sebaliknya bila sistem penyelenggaraannya tidak diyakini, maka mungkin saja mereka akan enggan ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), kecuali bila dimobilisasi oleh rezim yang otoriter.
Menurut Ramlan Surbakti, 2015 salah satu asas penyelenggara pemilu adalah profesionalisme, yaitu penyelenggara pemilu haruslah figur-figur yang ahli dan menguasai masalah kepemiluan, direkrut dari calon-calon yang memiliki kualifikasi tinggi sebagai komisioner dan mengutamakan kepentingan bersama untuk mensukseskan pemilu berintegritas.
Untuk mendapatkan figur-figur yang ahli dan menguasai masalah kepemiluan para calon anggota KPU sebaiknya memiliki kualifikasi pendidikan yang berhubungan dengan kepemiluan, ketatanegaraan dan politik khususnya kepartaian sesuai dengan yang dimanatkan oleh Undang-undang 7 Tahun 2017  tentang Pemilihan Umum dalam pasal 21 ayat (1) bahwa syarat untuk menjadi calon anggota KPU harus memiliki pengetahuan dan keahlian yang berkaitan dengan Penyelenggaraan pemilu, ketatanegaraan, dan kepartaian.


B.     Pembahasan
Komisi Pemilihan Umum adalah penyelenggara dalam setiap pemilihan umum di Indonesia. Kapasitas dan kualitas individu diperkuat dengan tingkat pendidikan yang tinggi bagi setiap calon anggota KPU yang dibarengi dengan kemauan dan kemampuan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang anggota KPU dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Anggota KPU dituntut untuk bekerja secara profesional dan berintegritas, untuk itu dibutuhkan orang-orang yang ahli dalam dunia kepemiluan.  
Profesional sendiri mempunyai arti seorang yang terampil, andal, dan sangat bertanggung jawab dalam menjalankan tugas atau profesinya. Indikasi seseorang layak dianggap profesional harus memiliki perbedaan dari bidang pekerjaan yang lainnya. Adapun indikasi sederhana profesionalisme sebagai berikut: (a) memiliki kemampuan atau keterampilan dalam menggunakan peralatan yang berhubungan dengan bidang pekerjaan; (b) memiliki ilmu dan pengalaman dalam menganalisis; (c) bekerja di bawah disiplin kerja; (d) mampu melakukan pendekatan disipliner; (e) mampu bekerja sama; dan (f) cepat tanggap terhadap masalah.
Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017  tentang Pemilihan Umum dalam pasal 21 ayat (1) huruf f, salah satu syarat untuk menjadi anggota KPU yaitu berpendidikan paling rendah strata 1 (S-1) untuk calon anggota KPU, KPU Provinsi, dan paling rendah sekolah menengah atas atau sederajat untuk calon anggota KPU kabupaten/kota. Dalam pasal tersebut tidak dicantumkan tentang kualifikasi pendidikan bagi calon anggota KPU akan tetapi menurut penulis  kualifikasi pendidikan sebaiknya ditambahkan dalam syarat untuk menjadi calon anggota KPU, sehingga dalam menjalankan tugasnya para komisioner dapat membuat suatu kebijakan atau keputusan yang tepat karena dilatar belakangi pendidikan yang sesuai. Adapun  kualifikasi pendidikan yang sesuai adalah lulusan Ilmu Hukum, Ilmu Sosial dan Politik, Teknologi Informatika dan Komputer, Manajemen Keuangan dan bidang Komunikasi Publik.
Selanjutnya untuk KPU kabupaten/Kota syarat untuk menjadi calon anggota KPU sebaiknya adalah yang lulusan S-1 tidak lagi setingkat Sekolah Menengah Atas karena nantinya  mereka akan memimpin sekretariat KPU yang rata-rata berpendidikan sarjana (S-1).
Penulis sependapat dengan Diana Sari Dewi Kosasi (15 September 2016) dalam tulisannya yang berjudul “Penyelenggara Pemilu Profesional”, yang menyatakan  bahwa saat ini proses seleksi calon anggota KPU mulai dari tingkat KPU RI sampai KPU Kabupaten/Kota sudah cukup baik. Namun untuk menghasilkan penyelenggara pemilu yang lebih profesional perlu dilakukan sedikit perbaikan dalam proses seleksi dimaksud. Untuk menghasilkan penyelenggara pemilu profesional, perlu ditambahkan beberapa syarat bagi calon anggota KPU. 

B.1  Pembagian Divisi Komisioner KPU dan Kualifikasi Pendidikan yang sesuai
            Kenapa diperlukan kualifikasi pendidikan bagi komisioner KPU ?, karena penataan organisasi penyelenggara pemilihan umum (pemilu) pada Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI), KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota dibagi menjadi beberapa divisi pada masing-masing komisioner. Hal ini dimaksudkan agar kinerja KPU kabupaten/kota bisa sejalan dengan KPU provinsi dan KPU RI, berikut pembagian divisi komisioner KPU dan kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan divisi tersebut :
1.      Ketua KPU merangkap koordinator Divisi Keuangan, Umum, Rumah Tangga, dan Logistik. 
Ketua KPU bertugas sebagai pemimpin dalam lembaga KPU, sedangkan divisi keuangan, umum, rumah tangga dan logistik tugasnya terkait dengan kebijakan dalam administrasi perkantoran, protokol dan persidangan, pengelolaan dan pelaporan barang milik negara, pelaksanaan pertanggungjawaban dan pelaporan keuangan, peresmian keanggotaan dan pelaksanaan sumpah janji, perencanaan, pengadaan barang dan jasa serta distribusi logistik pemilu.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum tercantum penjelasan posisi dan kewenangan Ketua KPU yang penting dalam menjalankan lembaga penyelanggara pemilu.
Titi Anggraini (7/12) direktur eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), menjelaskan Ketua KPU punya peran sebagai fasilitator kelembagaan KPU khususnya dalam relasi eksternal KPU dengan mitra-mitranya, secara internal dalam kepemimpinan yang kolektif kolegial Ketua KPU menjadi fasilitator dalam mengelola organisasi. Khususnya berkaitan dengan tugas-tugas administratif kelembagaan, memimpin rapat, menandatangani surat-surat, dan rutinitas organisasi lainnya.
Selain itu ketua KPU juga merangkap divisi keuangan, umum, rumah tangga dan logistik, divisi ini mempunyai tugas sebagai pengambil keputusan dalam pengelolaan keuangan, perencanaan anggaran dan juga menguasai kebutuhan logistik pemilu. Dengan demikian latar belakang pendidikan yang sesuai degan jabatan ketua KPU merangkap divisi keuangan, umum, rumah tangga dan logistik ini adalah lulusan Sarjana Hukum, Sarjana Ilmu Sosial dan Politik, Sarjana Komunikasi Publik dan juga Sarjana Manajemen Keuangan.
2.      Divisi Teknis Penyelenggaraan,
Divisi ini memiliki tugas penentuan daerah pemilihan dan alokasi kursi, verifikasi partai politik dan DPD, pencalonan peserta pemilu, pemungutan, penghitungan suara dan rekapitulasi penghitungan suara, penetapan hasil dan pendokumentasian hasil-hasil pemilu dan pemilihan, pelaporan dana kampanye, PAW anggota DPRD. Kualifikasi pendidikan yang sesuai untuk divisi ini adalah Sarjana Ilmu Sosial dan Politik, Sarjana Hukum dan juga Sarjana Teknik Informatika dan Komputer.
3.      Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM. 
Tugasnya yakni mensosialisasikan kepemiluan, partisipasi masyarakat dan pendidikan pemilih, publikasi dan kehumasan, kampanye pemilu dan kepemiluan, pengelolaan informasi dan komunikasi, kerjasama antar lembaga, PAW anggota KPU provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP kabupaten/kota, rekrutmen badan adhoc, pembinaan etika dan evaluasi kinerja SDM, pengembangan budaya kerja dan disiplin, organisasi diklat dan pengembangan SDM, penelitian dan pengembangan kepemiluan, serta pengelolaan dan pengembangan SDM. Kualifikasi pendidikan yang sesuai untuk divisi ini adalah lulusan Sarjana Komunikasi Publik, Sarjana Hukum, dan Sarjana Ilmu Sosial dan Politik.
4.      Divisi Perencanaan Data dan Informasi.
Tugasnya, penyusunan program dan anggaran, evaluasi, penelitian dan pengkajian kepemiluan, monitoring, evaluasi dan pengendalian program anggaran, pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih, sistem informasi yang berkaitan dengan tahapan pemilu, pengelolaan aplikasi dan jaringan IT, pengelolaan informasi, pengelolaan dan penyajian data hasil pemilu nasional, serta pengelolaan dan penyediaan informasi publik. Kualifikasi yang sesuai untuk divisi ini adalah Sarjana Teknik Informatika dan Komputer, Sarjana Manajemen Keuangan dan Sarjana Komunikasi Publik.
5.      Divisi Hukum dan Pengawasan.
Tugasnya, pembuatan rancangan keputusan, telaah dan advokasi hukum, dokumentasi dan publikasi hukum, pengawasan dan pengendalian internal, penyelesaian sengketa proses dan hasil pemilu, serta penyelesaian pelanggaran administrasi dan etik. Kualisikasi pendidikan yang sesuai dengan divisi ini adalah Sarjana Hukum, khusus divisi hanya satu kualifikasi pendidikan yang sesuai, karena hampir semua tugasnya bersinggungan dengan hukum.
Dari uraian pembagian divisi dan kualifikasi pendidikan diatas terlihat jelas bahwa kualifikasi pendidikan dapat menunjang tugas yang diemban oleh anggota KPU sesuai dengan divisi masing-masing, sehingga cita-cita untuk mendapatkan anggota KPU yang profesional dan berintegritas dapat tercapai sehingga pelaksanaan pemilu di Indonesia akan semakin baik karena terdapat orang-orang yang berkompeten dibidangnya.

A.    Kesimpulan
Kualifikasi pendidikan bagi seorang komisioner KPU adalah penting untuk mendapatkan penyelenggara pemilu yang professional sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dalam pasal 3 huruf h yang menyatakan bahwa salah satu asas yang harus dimiliki oleh penyelenggara pemilu adalah profesionalitas.
Kualifikasi pendidikan yang sesuai dengan pembagian divisi komisioner KPU adalah Sarjana Hukum, Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Sarjana Teknologi Informatika dan Komputer, Sarjana Manajemen Keuangan dan Sarjana Komunikasi Publik.
Perubahan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017  harus dilakukan, pertama  mencantumkan kualifikasi pendidikan yang sesuai yaitu Ilmu Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Teknologi Informatika dan Komputer, Manajemen Keuangan dan bidang Komunikasi Publik sebagai syarat untuk menjadi calon anggota KPU dan yang kedua perubahan tentang tingkat pendidikan untuk calon anggota KPU kabupaten/Kota sebaiknya berpendidikan S-1 juga dicantumkan kualifikasi pendidikan karena nantinya  mereka akan memimpin sekretariat KPU di Kabupaten/Kota yang rata-rata berpendidikan S-1.
Apabila komisioner KPU memiliki kualifikasi pendidikan yang berbeda-beda dan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya sebagai penyelenggara pemilu maka kelembagaan KPU akan menjadi kuat karena KPU memiliki orang-orang yang handal sehingga cita-cita pemilu yang akuntabel, transparan, independen dan professional akan tercapai.

Komentar

  1. Assalamu'alaikum Wr.Wb, ini adalah tulisan pertama saya yang saya publis, memenuhi tugas saya sebagai mahasiswa Magister Ilmu Politik Konsentrasi Tata Kelola Pemilu Universitas Sumatera Utara. Semoga bermanfaat, terimakasih.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perlukah Sistem Pemilu Diubah

PENYELENGGARAAN PEMILU DI FILIPINA

Memotret INEC, Lembaga Penyelenggara Pemilu Nigeria